Skip to main content

Ketentuan Hukum Aqiqah Berdasarkan Dalil Shahih Secara Lengkap

Ketentuan Hukum Aqiqah Berdasarkan Dalil Shahih Secara Lengkap - Secara bahasa, aqiqah memiliki arti “memotong” yang berasal dari bahasa arab “al-qath’u”. Terdapat juga definisi lain aqiqah yaitu nama rambut bayi yang baru dilahirkan. Menurut istilah, aqiqah adalah proses kegiatan menyembelih hewan ternak pada hari ketujuh setelah bayi dilahirkan.

Aqiqah biasanya dilakukan pada hari ke-7, ke-14, atau ke-21 setelah kelahiran seorang anak. Bagi anak laki-laki, untuk melaksanakan aqiqah wajib memotong dua ekor kambing sementara anak perempuan satu ekor kambing saja.

Hadits - Hadits Shahih Tentang Aqiqah

Pada dasarnya ada banyak pertanyaan mengenai hukum aqiqah, mulai dari "Hukum memakan daging aqiqah sendiri atau anak ?", "Apakah boleh aqiqah setelah dewasa ?", "Aqiqah dicicil bagaimana hukumnya ?", "Aqiqah untuk orang yang sudah meninggal" dan masih banyak lagi. Maka pada kesempatan kali ini 4mazhabislam.com akan mencoba menjelaskan semua pertanyaan tersebut berdasarkan dalil - dalil shahih dari para ulama terdahulu yang sanadnya bersambung.

1. Hukum Melaksanakan Aqiqah Dalam Islam

Pelaksanaan aqiqah anak adalah ajaran Rasulullah SAW. Dilihat dari sisi hukumnya, hukum aqiqah adalah sunnah muakkad, atau sunnah yang harus diutamakan. Artinya, apabila seorang muslim mampu melaksanakannya (karena mempunyai harta yang cukup) maka ia dianjurkan untuk melakukan aqiqah bagi anaknya saat anak tersebut masih bayi. Sementara bagi orang yang kurang atau tidak mampu, pelaksanaan aqiqah dapat ditiadakan.

عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنَةٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَ يُحْلَقُ وَ يُسَمَّى

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” (Shahih, Hadits Riwayat Abu Dawud 2838, Tirmidzi 1552, Nasa’I 7/166, Ibnu Majah 3165, Ahmad 5/7-8, 17-18, 22, Ad Darimi 2/81, dan lain-lainnya).

أَنَّ عَائِشَةَ أَخْبَرَتْهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُمْ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ

Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.” (Shahih, Hadits Riwayat Ahmad (2/31, 158, 251), Tirmidzi (1513), Ibnu Majah (3163), dengan sanad hasan).

2. Hukum Memakan Daging Aqiqah Sendiri / Anak

Menurut Mazhab Imam Syafi’i, hukum memakan daging aqiqah tergantung pada niat orang yang mengaqiqahi. Jika aqiqah dilakukan tanpa nazar (janji), maka orang yang mengaqiqahi boleh memakan sebagian dagingnya dan menyedekahkan sebagian lainnya kepada tetangga atau orang lain tanpa membedakan status ekonomi mereka¹. Jika aqiqah dilakukan dengan nazar, maka orang yang mengaqiqahi wajib menyedekahkan seluruh dagingnya kepada fakir miskin.

والأشبه قياسها على الأضحية لأنها نسيكة مشروعة غير واجبة فأشبهت الأضحية ولأنها أشبهتها في صفاتها وسنها وقدرها وشروطها فأشبهتها في مصرفها

Aqiqah diqiyaskan dengan berqurban. Karena ini ibadah yang disyariatkan dan tidak wajib. Seperti qurban. Karena sama dengan qurban terkait sifatnya, sunah-sunahnya, ukurannya, dan syaratnya. Sehingga dalam aturan penyalurannya juga disamakan. (al-Mughni, 11/120).

فَكُلُواْ مِنْهَا وَأَطْعِمُواْ الْبَآئِسَ الْفَقِيرَ

“Makanlah dari sebagian hewan qurban itu dan berikan kepada orang yang sangat membutuhkan.” (Qs. Al-Haj: 28)

Imam Malik pendiri mazhab Maliki pernah mengatakan,

أحب أن يأكل من أضحيته؛ لأن الله يقول: فَكُلُوا مِنْهَا

“Saya suka jika sohibul kurban makan daging kurbannya. Karena Allah berfirman, yang artinya: ‘Makanlah bagian hewan kurban’.” Ibnu Wahb mengatakan, Saya bertanya kepada Al-Laits dan ia menjawab dengan jawaban yang sama. (Tafsir Ibn Katsir, 5/416).

3. Aqiqah dicicil bagaimana hukumnya

Mengingat hukum aqiqah sendiri adalah sunnah muakad, maka mencicil aqiqah diperbolehkan. Mencicil yang dimaksud di sini adalah menyembelih satu ekor dulu untuk aqiqah anak laki-laki, dan menyembelih satu ekor lagi di kemudian hari jika sudah memiliki rizki. Maka hal ini hukumnya BOLEH. Karena meskipun boleh dan dinilai cukup dan sah melakukan akikah dengan satu ekor kambing untuk anak laki-laki, namun jika mampu dan tidak ada kendala lainnya, sebaiknya akikah untuk anak laki-laki disempurnakan dengan menyembelih dua ekor kambing. Hal ini karena satu ekor kambing hanya menjadi batas jumlah minimal yang mencukupi dalam akikah untuk anak laki-laki dan perempuan.

Hukum berhutang untuk aqiqah, Adapun orang tua yang belum mampu menyembelih kambing/ mengaqiqahi anaknya langsung, maka apabila orang tua mau berhutang, maka hukumnya BOLEH. Asalkan si orang tua mampu untuk membayarnya misalnya memiliki penghasilan yang tetap. Sehingga tidak menimbulkan mudlorot bagi dirinya sendiri maupun yang menghutanginya dan dengan catatan tidak ada bunga, misal minjam tetangga untuk dibelikan hewan aqiqah dan nanti akan dikembalikan dalam bentuk uang sesuai dengan harga hewan saat dibeli.

Imam Ahmad rahimahullahu berkata:

“Kalau dia tidak memiliki harta untuk aqiqah kemudian berhutang maka aku berharap Allah menggantinya karena dia telah menghidupkan sunnah.” (Al-Mughny, Ibnu Qudamah 13/395)

Namun kalau tidak memiliki penghasilan tetap maka jangan dia berhutang karena nanti akan memudharati dia dan orang yang menghutanginya. (Lihat Kasysyaf Al-Qina’ ‘an Matnil Iqna’, Manshur bin Yunus Al-Bahuti 2/353)

4. Hukum Aqiqah untuk orang yang sudah Meninggal

Hukum Mengaqiqahkan Orang Yang Suadah Meninggal Dunia Menurut Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hanbali berdasarkan referensi https://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/muqaranah/article/download/10538/4247/31650#:~:text=Sedangkan%20menurut%20Mazhab%20Hanbali%20mengaqiqahkan,dalam%20perkelipatan%207%20(seminggu).

Pandangan Imam Syafi'i yang terdapat di dalam kitab Rawdhah alThalibin wa „Umdah al-Muftin mengenai tentang menaqiqahkan orang yang sudah meninggal dunia itu hukumnya tidak sah, kecuali bila ada wasiat maka di bolehkan untuk mengaqiqahkan orang tua yang sudah meninggal dunia seperti diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).

Apabila orang tua tidak pernah berwasiat untuk di aqiqahkan maka cukup dengan menyembelihkan hewan atas nama orang tua yang telah meninggal dunia itu menghasilkan kebaikan bagi orang tua yang sudah meninggal.

Pandangan Madzhab Hanbali mengaqiqahkan orang yang sudah meninggal dunia, baik itu seorang bayi atau orang tua maka diperbolehkan untuk diaqiqahkan asalkan aqiqahnya dilakukan dalam perkelipatan 7 (seminggu).

Mungkin itu saja yang dapat 4mazhabislam.com sampaikan tentang penjelasan Hukum Aqiqah Berdasarkan Dalil Shahih, semoga artikel ini tersajikan secara lengkap, sehingga dapat membantu menambah pengetahuan serta dapat menjawab pertanyaan - pertanyaan selama ini tentang aqiqah.

Comment Policy:

Situs ini dibuat bukan tempat untuk menyalahkan atau membenarkan beberapa pendapat, melainkan sebuah artikel online yang bertujuan untuk masyarakat mempelajari serta mengetahui haluan atau aliran mengenai hukum fikih yang menjadi rujukan umat Islam.
Jangan Diklik!
PrivacySitemap
©2021 4 Mazhab Islam